Sabtu, 12 Maret 2011

Merespon Bencana

MI dalam Merespon Bencana

Berbagai faktor geografis, gelologis, dan demografis sangat mempengaruhi kondisi wilayah Indonesia sehingga frekuensi bencana alam sangat tinggi. Sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi, Palang Merah Indonesia berkewajiban memberikan pertolongan dan bantuan pada fase darurat kepada yang membutuhkan secara profesional berdasarkan prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Internasional. Kegiatan respon bencana yang diutamakan PMI meliputi evaluasi penyelamatan korban dan pertolongan pertama dengan memprioritaskan kaum rentan, seperti ibu hamil/menyusui, anak-anak, dan manula.
Penanganan bencana akan dilakukan beberapa unit, seperti: unit Assessment; unit medis (medical action team); unit ambulans; unit dapur umum lapangan; dunit distribusi bantuan bencana; unit penampungan darurat (shellter); unit pemulihan hubungan keluarga; serta unit fungsional pendukung operasional, yang terdiri atas administrasi, keuangan, humas, logistik, dan teknologi informasi. Tahapan bantuan penanganan bencana PMI:

1.   Upaya tanggap darurat lapis pertama dilakukan di tingkat PMI Cabang, yang dapat membangun Posko Tanggap Darurat Bencana PMI Cabang atau Posko PMI Cabang dengan mendayagunakan unsur-unsur pengurus, staf, dan satgana/relawan. Untuk operasional tanggap darurat bencana berbasis masyarakat, khususnya di desa/kelurahan rawan bencana, PMI Cabang/PMI Ranting memobilisasi anggota TSR/PMI di tingkat desa/kelurahan serta anggota masyarakat terlatih binaan PMI dalam wadah Tim SIBAT (Siaga Bantuan Berbasis Masyarakat).

2.   Jika skala bencana melampaui kapasitas PMI Cabang setempat, PMI Daerah dapat diminta bantuan untuk mengkoordinir bantuan baik dari PMI Cabang lain di wilayahnya maupun pihak terkait lainnya. Bantuan ini merupakan upaya tanggap darurat lapis kedua. PMI Daerah dapat mendirikan Posko Tanggap Darurat Bencana PMI Daerah atau Posko PMI Daerah dengan mendayagunakan unsur-unsur seperti yang disebutkan pada poin sebelumnya.

3.   Jika skala bencana melampaui kapasitas PMI Daerah setempat, PMI Pusat dapat diminta bantuan untuk mengkoordinir bantuan dari PMI Daerah lain maupun pihak terkait lainnya. Bantuan ini menjadi upaya tanggap darurat lapis ketiga. PMI Pusat dapat membentuk Posko Tanggap Darurat Bencana PMI Pusat atau Posko PMI Pusat.

4.   Jika skala bencana masih melampaui kapasitas PMI Pusat, sumber daya Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dapat diminta bantuan ataupun pihak terkait lainnya di tingkat nasional maupun internasional. PMI sebagai organisasi sosial kemanusiaan diharapkan mampu memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat demi mengurangi beban yang diderita korban bencana. (DM)


Kamis, 10 Maret 2011

Sejarah Munculnya Prinsip Dasar

1. Sejarah Munculnya Prinsip Dasar

Definisi
Kata “prinsip” berasal dari bahasa Latin “principium” yang berarti penyebab utama, asal atau dasar. Prinsip juga dapat berarti ‘suatu aturan-aturan dasar yang mengekspresikan nilai-nilai dasar suatu kelompok komunitas yang tidak berubah-ubah dalam keadaan apapun.’ Sebagai contoh, penghargaan kepada individu adalah suatu prinsip yang mendasari kemerdekaan.

Landasan
Banyaknya Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang bekerja dalam konteks yang berbeda-beda, dengan puluhan juta anggota, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah memiliki warna yang beraneka ragam. Lebih dari itu, pekerjaannya pada dasarnya terdiri dari kegiatan sehari-hari yang praktis dan yang seringkali diimprovisasi. Dalam rangka mengatasi perbedaan ini, meminimalisasi ketidakcocokan dan memupuk tindakan yang konsisten dan efektif, Gerakan memerlukan standar yang universal sebagai referensi, seperangkat kebijakan dan pendekatan yang umum; dengan kata lain, Prinsip-prinsip Dasar.

Batasan
Pekerjaan Gerakan pada awalnya relatif lebih sederhana, karena tugasnya terbatas pada pemberian bantuan pada tentara yang luka dan sakit dalam masa perang. Namun dengan berlalunya waktu, tugasnya menjadi lebih luas dan beraneka-ragam. Untuk tetap dapat mengontrol kegiatannya yang terus berkembang, dan menghindari perpecahan, Gerakan memformulasikan prinsip mereka sendiri untuk diketahui oleh semua orang dan untuk lebih dapat mendefinisikan jenis kegiatan kemanusiaan mereka.

Asal-usul
Sebelum Gerakan mengadopsi tujuh Prinsip Dasar yang ada saat ini, telah banyak kategori Prinsip yang diajukan. Usulan adanya Prinsip Dasar bagi Gerakan, semula terdapat pada Deklarasi Oxford (1946), namun teks masih kasar dan lepas-lepas. Pada tahun 1949, adanya Prinsip Dasar telah disebutkan pula dalam konvensi I (pasal 44) dan konvensi IV (pasal 63). Selanjutnya berkembang pada tahun 1955 dimana  Jean Pictet mulai menulis penelitiannya secara sistematik dan membagi Prinsip menjadi 2 kategori yaitu Prinsip Dasar (fumandental) dan Prinsip Organis (Organic). Pada konteks Palang Merah, suatu prinsip menurut Jean Pictet adalah aturan-aturan tindakan yang wajib, berdasar pada pertimbangan dan pengalaman, yang mengatur kegiatan dari semua komponen Gerakan pada setiap saat. Sejak tahun 1965, Buku Pictet pun menjadi dasar pertimbangan tertulis dan resmi diumumkan di Viena, konverensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20. namun demikian, baru pada tahun 1979, Pictet menulis uraian tentang Prinsip Dasar yang ditulisnya. Secara resmi, Konverensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-25 mengadopsi Tujuh Prinsip Dasar dan memasukannya kedalam pembukaan statuta baru. Ketujuh Prinsip dasar itu meliputi : Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemestaan.
Makna dan Kategori
Ketujuh prinsip merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Prinsip-prinsip tersebut dapat dilihat sebagai suatu piramida yang akan rusak apabila salah satu bagiannya jatuh atau diambil. Meskipun setiap bagian saling terikat dan tergantung, masing-masing memiliki peranan sendiri-sendiri. Prinsip-prinsip ini dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Prinsip Substantif/utama, meliputi Kemanusiaan dan Kesamaan
Prinsip-prinsip ini berlaku sebagai inspirasi organisasi, merupakan tujuan dari Gerakan, menentukan tindakan-tindakan di masa perang, pada saat bencana alam atau kegiatan lain yang dilakukan untuk melayani umat manusia.
2.    Prinsip Derivatif/ turunan, meliputi Kenetralan dan Kemandirian
Prinsip yang memungkinkan untuk mengaplikasikan prinsip substansi / utama, menjamin kepercayaan semua orang dan memungkinkan Gerakan untuk mencapai tujuannya tanpa masalah.
3.    Prinsip dan organis, meliputi Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemestaan.
Prinsip-prinsip ini sebagai standar untuk aplikasi, berhubungan dengan struktur dan operasi organisasi, merupakan ‘batu fondasi’ dari Gerakan. Tanpanya Gerakan tidak dapat bertindak atau akan menghilang secara perlahan.

Hubungan Antar prinsip
Prinsip-prinsip ini saling berhubungan. Hubungan antar prinsip sangatlah logis, sehingga pada tingkatan tertentu setiap prinsip berasal dari prinsip lainnya.
Prinsip non-diskriminasi (kesamaan) berhubungan dengan prinsip inti Kemanusiaan. “Ras dan agamamu tidak penting untukku. Hanya kenyataan bahwa kamu menderita,” kata Louis Pasteur. Pernyataan ini memberi penjelasan bahwa konsep non-diskriminasi secara luas sangat berkaitan dengan dengan konsep Kemanusiaan. Satu mendukung yang lainnya. Prinsip proporsional (dalam Kesamaan) berasal dari prinsip Kemanusiaan dan non-diskriminasi (Kesamaan). Dapat ditambahkan pada pernyataan Pasteur “... dan aku akan merawatmu berdasarkan tingkat keparahan penderitaanmu.” Bantuan terbesar harus diberikan kepada mereka yang memiliki kebutuhan terbesar. Perhatian khusus atas “keseimbangan/proporsionalitas” adalah konsekwensi logis dari kedua prinsip di atas.
Kenetralan dan kemandirian bukan hanya saling berkaitan satu dengan lainnya, namun juga berkaitan dengan non-diskriminasi (kesamaan). Tentu saja seseorang tidak dapat menyatakan dirinya netral selagi ia berada di bawah kekuasaan orang lain. Begitu pula seseorang tidak dapat menyatakan dirinya mandiri apabila ia memihak. Kecerobohan terkecil dalam hal ini akan menyebabkan salah satu dari Prinsip ini terdengar kosong dan tidak berarti. Karenanya kedua prinsip ini sungguh-sungguh saling bergantung satu dengan lainnya, dan tidak terpisahkan dengan prinsip non-diskriminasi, yang muncul sebagai suatu kewajiban untuk bertindak tanpa pilih kasih.
Kesukarelaan (termasuk tidak pamrih) terkait dengan Kemanusiaan. Untuk menyatakan bahwa seseorang “memiliki rasa amal terhadap orang lain” atau “ikut menderita bersama mereka” (dua definsi yang dapat diberikan pada prinsip Kemanusiaan) tidaklah sesuai dengan sikap perhitungan dan mementingkan diri sendiri. Sifat tidak pamrih dengan demikian merupakan satu aspek dari prinsip ini. Kesatuan berkait dengan non-diskriminasi (kesamaan): kesatuan berarti bahwa hanya boleh ada satu perhimpunan nasional di setiap negara.
Sebagaimana yang tampak nyata, ada resiko besar bahwa Perhimpunan Nasional dapat terpengaruh atau jatuh ke suatu kecenderungan pandangan tertentu. Dengan demikian, non-diskriminasi sangatlah penting bagi Kesatuan. Kesemestaan merupakan sebagian dari lanjutan kemanusiaan dan non-diskriminasi.
Prinsip Kemanusiaan tidak hanya berlaku bagi penderitaan mereka yang dekat dengan kita (diskriminasi). Apabila demikian maka “memiliki rasa amal terhadap orang lain” menjadi tidak murni lagi karena hanya menyangkut pada orang-orang tertentu saja. Maka secara logis, Kemanusiaan dan non-diskriminasi bersifat universal.

Implementasi Prinsip Dasar dalam Aktivitas Kepalangmerahan
a) Kemanusiaan
”Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberi pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.”
Mewakili asal-usul Gerakan, prinsip kemanusiaan menyatakan bahwa tidak boleh satupun pelayanan yang menguntungkan seseorang yang menderita di manapun mereka berada, ditiadakan. Tujuannya adalah untuk melindungi hidup dan kesehatan serta menjamin penghargaan terhadap manusia. Di masa damai, perlindungan berarti mencegah penyakit, bencana atau kecelakaan atau mengurangi efeknya dengan menyelamatkan hidup (mis. pelatihan  Pertolongan Pertama). Di masa perang, artinya adalah pemberian bantuan kepada mereka yang dilindungi oleh HPI (agar korban tidak meninggal kelaparan, tidak diperlakukan secara semena-semena, atau tidak menghilang). Kemanusiaan meningkatkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.
b) Kesamaan
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah
Non-diskriminasi terhadap kebangsaan, suku, agama, golongan atau pandangan politik adalah sebuah aturan wajib yang menuntut agar segala perbedaan antara pribadi dikesampingkan, bahwa kawan maupun lawan dibantu secara merata, dan diberikan berdasarkan pertimbangan kebutuhan. Prioritas pemberian bantuan harus berdasarkan tingkat kedaruratannya serta proporsional dengan penderitaan yang ingin diatasi.
c) Kenetralan
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau ideologi.
Kenetralan berarti menahan diri dari memihak dalam permasalahan politik, agama, ras atau ideologi. Apabila Palang Merah atau Bulan Sabit Merah memihak, mereka akan kehilangan kepercayaan dari salah satu kelompok masyarakat dan sulit untuk melanjutkan aktivitas mereka. Setiap anggota Gerakan dituntut untuk dapat menahan diri, bersikap netral dan tidak mengungkapkan pendapat mereka selama sedang bertugas.
d) Kemandirian
Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan Nasional di samping membantu Pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan ini.”
Secara umum, kemandirian berarti bahwa institusi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menolak segala jenis campur tangan yang bersifat politis, ideologis atau ekonomis yang dapat mengalihkan mereka dari jalur kegiatan yang telah ditetapkan oleh tuntutan kemanusiaan. Contohnya, tidak boleh menerima sumbangan uang dari siapapun yang mensyaratkan bahwa peruntukkannya ditujukan bagi sekelompok orang secara khusus berdasarkan alasan politis, kesukuan atau agama dengan mengesampingkan kelompok lainnya yang kebutuhannya mungkin lebih mendesak. Tidak ada suatu institusi Palang Merah pun yang boleh tampak sebagai alat kebijakan pemerintah. Walaupun Perhimpunan Nasional diakui oleh pemerintahnya sebagai alat bantu pemerintah, dan harus tunduk pada hukum negaranya, mereka harus selalu menjaga otonomi mereka agar dapat bertindak sesuai dengan prinsip Gerakan setiap saat.
e) Kesukarelaan
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apa pun.
Kesukarelaan adalah proposal yang sangat tidak mementingkan diri sendiri dari seseorang yang melaksanakan suatu tugas khusus untuk orang lain dalam semangat persaudaraan manusia. Apakah dilakukan tanpa bayaran maupun untuk suatu pengakuan atau kompensasi, faktor utama adalah bahwa pelaksanaannya bukanlah dengan keinginan untuk memperoleh keuntungan finansial namun dengan komitmen pribadi dan kesetiaan terhadap tujuan kemanusiaan.
f) Kesatuan
Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
Prinsip kesatuan secara khusus berhubungan dengan struktur institusi dari Perhimpunan Nasional. Di negara manapun, peraturan pemerintah yang mengakui sebuah Perhimpunan Nasional biasanya menyatakan bahwa Perhimpunan tersebut merupakan satu-satunya Perhimpunan Nasional yang dapat melaksanakan segala kegiatannya di wilayah nasional. Kenyataan bahwa sebuah Perhimpunan merupakan satu-satunya di negaranya juga merupakan salah satu syarat agar dapat diakui oleh ICRC.
g) Kesemestaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap Perhimpunan Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.
Kesemestaan penderitaan memerlukan respon yang semesta juga. Prinsip kesemestaan menuntut tanggung jawab secara kolektif di pihak Gerakan. Kesamaan dari status dan hak dari Perhimpunan Nasional direfleksikan dalam kenyataan bahwa dalam konferensi dan dalam badan pemerintah Gerakan, setiap Perhimpunan Nasional memiliki satu suara, hal mana melarang pemberian hak suara istimewa maupun kursi tetap kepada Perhimpunan Nasional tertentu.

Referensi
1.    International Committee of the Red Cross, 1994, Handbook of the International Red Cross and Red Crescent Movement, ICRC & Federation, Geneva.
2.    IFRC, Film “Helpman”, IFRC, Geneva.
3.    IFRC, Film “Principles to action”, IFRC, Geneva.
4.    Muin, Umar, 1999, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
5.    PMI Statutes
6.    Pictet, Jean S, 1956, Red Cross Principles, ICRC, Geneva.
7.    Pictet, Jean S. 1979, The Fundamental Principles of the Red Cross: Commentary, Henry Dunant Institute, Geneva.

DONOR DARAH

Donor Darah

1. DONOR DARAH
a. Syarat-syarat Teknis Menjadi Donor Darah :
  • umur 17 - 60 tahun



    ( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter )
  • Berat badan minimum 45 kg
  • Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
  • Tekanan darah baik ,yaitu:
    Sistole = 110 - 160 mm Hg
    Diastole = 70 - 100 mm Hg
  • Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
  • Hemoglobin
    Wanita minimal = 12 gr %
    Pria minimal = 12,5 gr %
  • Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
b. Seseorang tidak boleh menjadi donor darah pada keadaan:
  • Pernah menderita hepatitis B
  • Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis
  • Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi
  • Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga
  • Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi
  • Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil
  • Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar
  • Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus dipteria atau profilaksis
  • Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles, tetanus toxin.
  • Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic
  • Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
  • Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
  • Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
  • Sedang menyusui
  • Ketergantungan obat.
  • Alkoholisme akut dan kronik.
  • Sifilis
  • Menderita tuberkulosa secara klinis.
  • Menderita epilepsi dan sering kejang.
  • Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk.
  • Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
  • Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril)
  • Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
2. BAGAIMANA MENDAPATKAN DARAH
a. Prosedur Permintaan Darah
  • Dokter yang merawatlah yang menentukan pasien membutuhkan darah atau tidak
  • Membawa formulir khusus rangkap 4 atau 5 untuk permintaan darah yang telah diisi oleh dokter yang merawat disesrtai contoh darah pasien dengan identitas yang jelas.
  • Formulir dan contoh darah tersebut dikirim ke Bank Darah di rumah sakit atau laboratorium UTDC PMI setempat. Untuk Daerah Jakarta, darah dapat diperoleh di UTDD PMI DKI Jakarta, Jl. Kramat Raya No.47, apabila persediaan darah yang diminta oleh dokter tidak ada di bank darah rumah sakit tmaka bawalah donor pengganti ke UTDC setempat.
  • Atas dasar permintaan dokter di RS tersebut UTDC melakukan pemeriksaan reaksi silang antara contoh darah donor dengan contoh darah pasien, yang memakan waktu lebih kurang 1,5 jam.
  • Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan walaupun golongan darah pasien dengan golongan darah donor sama. Bila dalam pemeriksaan silang tidak terdapat kelainan maka barulah darah donor diberikan kepada pasien. Bila pada pemeriksaan ditemukan kelainan atau ketidakcocokan perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari sebab kelainan atau ketidakcocokan tersebut.
b.Tempat Pengambilan Darah
(Khusus wilayah Propinsi DKI Jakarta)
  • UNIT TRANSFUSI DARAH DAERAH PMI DKI JAKARTA
    Jl. Kramat Raya No. 46, Jakarta Pusat.
    Telp. 327711,3906666,3909259
    Buka 24 Jam
  • BANK DARAH PMI di RS. HUSADA
    Jl. Mangga Besar 137 / 139
    Jakarta Pusat, Telp. 6260108
  • BANK DARAH PMI di RS. SUMBER WARAS
    Jl. Kyai Tapa, Grogol. Jakarta Barat
    Tlp. 5682011
  • BANK DARAH PMI di RS. PERSAHABATAN
    Jl. Persahabatan. Jakarta Timur
    Telp. 4891708 ; 4711219
  • BANK DARAH PMI di RS. KOJA
    Jl. Deli No. 4, Tanjung Priok Jakarta Utara
    Tlp. 4352401, 496132, 498478
  • BANK DARAH PMI di RS FATMAWATI
    Jl. Raya Fatmawati Jakarta Selatan
    Telp. 7501524
  • MOBIL UNIT
    Untuk penyumbangan berkelompok, mobil unit baru dapat melayani permintaan untuk menjadi donor darah sukarela jika minimal ada 40 orang perkelompok.
Wilayah di luar DKI Jakarta, dapat menghubungi Unit-Unit Transfusi Darah PMI Cabang , seperti berikut :
Daftar Nomer Telpon UTD PMI Cabang
No Daerah No Telpon
I Banda Aceh
1 Kod Banda Aceh 0651 - 231 / 332281
2 Kab Aceh Utara 0645 - 740202
3 Kab Aceh Timur/Langsa 0641 - 22051
II Sumatera Utara
4 Kod Medan 061 - 6621918
5 Kab Simalungun/P Siantar 0622 - 21856
6 Kab Tap Sel/ P Sidempuan 0634 - 23845
7 Kod Asahan/Tj Balai 0623 - 92033
8 Kod Tebing Tinggi 0621 - 22084
9 Kab Deli Sedang 061 - 7953820
III Sumatera Barat
10 Kod Padang 0751 - 31795
11 Kod Bukit Tinggi 0752 - 31605
IV Riau
12 Kod Pakan Baru 0761 - 23126
13 Kep Riau/Tj Pinang 0771 - 22734
14 Kotif Batam Sekupang 0778 - 450626
V Sumatera Selatan
15 Kod Palembang 0711 - 356282
16 Kod Pangkal Pinang 0717 - 432467
17 Kab Belitung/Tj Pandan 0719 - 21585
18 Kab Lahat 0731 - 21798
20 Kab Ogan Komering Ulu 0735 - 20298
VI Jambi
21 Kod Jambi 0741 - 61827
VII Bengkulu
22 Kod Bengkulu 0736 - 27018
VIII Lampung
23 Kod B Lampung 0721 - 702147
24 Kab L Utara/Kota Bumi 0724 - 22095
IX DKI Jakartra
25 UTDD PMI DKI Jakarta 021 - 3906666
X Jawa Barat
26 Kod Bandung 022 - 4208677
27 Kab Bandung/Soreang 022 - 5950035
28 Kab Serang 0254 - 200724
29 Kab Tangerang 021 - 5523582
30 Kota Bogor 0251 - 342864
31 Kab Bogor 0251 - 29491
32 Kod Sukabumi 0266 - 225180
33 Kab Sukabumi 0266 - 225343
34 Kab Garut 0262 - 233672
35 Kab Tasimalaya 0265 - 331325
36 Kab Karawang 0267 - 405190
37 Kod Cirebon 0231 - 201003
38 Kab Cirebon 0231 - 207587
39 Kab Purwakarta 0264 - 200100
40 Kab Bekasi 021 - 8855713
41 Kab Cianjur 0263 - 265167
42 Kab Subang 0264 - 91423
43 Kab Lebak Rangkasbitung 0252 - 21087
44 Kab Majalengka 0233 - 22048
45 Kab Ciamis 0265 - 771405
46 Kab Sumedang 0261 - 81623
47 Kab Indramayu 0234 - 272324
48 Kab Kuningan 0232 - 81505
3. PENGELOLAAN DARAH & BIAYA PENGGANTIAN PENGELOLAAN (Service Cost )
Upaya kesehatan Transfusi Darah adalah upaya kesehatan yang bertujuan agar penggunaan darah berguna bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan . Kegiatan ini mencakup antara lain :pengerahan donor,penyumbangan darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan, penyimpanan, dan penyampaian darah kepada pasien.

Kegiatan tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga darah yang dihasilkan adalah darah yang keamanannya terjamin. Demikian juga dengan donornya, donor yang menyumbagkan darahnya juga tetap selalu sehat.

Kelancaran pelaksanaan upaya kesehatan transfusi darah di atas sangat terkait dengan dukungan faktor ketenagaan, peralatan, dana dan sistem pengelolaannya yang hakikatnya kesemuanya itu memerlukan biaya.

Biaya yang dibutuhkan untuk proses kegiatan tersebut diatas adalah biaya pengelolaan darah ( Service Cost) , yang pada prakteknya manfaatnya ditujukan kepada pengguna darah di rumah sakit. Penarikan service cost/biaya pengelolaan darah untuk pemakaian darah dilakukan semata-mata sebagai penggantian pengelolaan darah sejak darah diambil dari donor sukarela sampai darah ditransfusikan pada orang sakit dan bukan untuk membayar darah.

Pengelolaan Darah
Yang dimaksud dengan pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai, yang mencakup antara lain :
  • Rekruitmen donor.
  • Pengambilan darah donor.
  • Pemeriksaan uji saring.
  • Pemisahan darah menjadi komponen darah.
  • Pemeriksaan golongan darah.
  • Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien.
  • Penyimpanan darah di suhu tertentu
  • Dan lain-lain.
Untuk melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan sarana penunjang teknis dan personil seperti :
  • Kantong darah.
  • Peralatan untuk mengambil darah.
  • Reagensia untuk memeriksa uji saring, pemeriksaan golongan darah, kecocokan darah donor dan pasien.
  • Alat-alat untuk menyimpan dan alat pemisah darah menjadi komponen darah.
  • Peralatan untuk pemeriksaan proses tersebut.
  • Pasokan daya listrik untuk proses tersebut dan
  • Personil PMI yang melaksanakan tugas tersebut
Peranan ketersediaan prasarana di atas sangat menentukan berjalannya proses pengolahan darah. Untuk itu pengadaan dana menjadi penting dalam rangka menjamin ketersediaan prasarana tersebut, PMI menetapkan perlunya biaya pengolahan darah ( service cost).
"Service Cost "
Besarnya jumlah Service Cost yang ditetapkan standar oleh PMI adalah sebesar Rp 128.500,- Namun demikian dalam prakteknya di beberapa rumah sakit, terutama swasta, jumlahnya bisa disesuaikan dengan keadaan RS-nya. oleh karena adanya kebijakan "subsidi silang". Bagi yang tak mampu, pembebasan service cost juga dapat dikenakan sejauh memenuhi prosedur administrasi yang berlaku.
"Service cost" tetap harus dibayar walaupun pemohon darah membawa sendiri donor darahnya. Mengapa demikian? Karena bagaimanapun darah tersebut untuk dapat sampai kepada orang sakit yang membutuhkan darah tetap memerlukan prosedur seperti tersebut diatas.

Demikian pula Service Cost tetap ditarik walaupun PMI telah menerima sumbangan dari masyarakat karena hasil sumbangan masyarakat tersebut masih jauh dari mencukupi kebutuhan operasional Unit Darah Daerah PMI DKI Jakarta.
Penarikan service cost di Jakarta khususnya dapat dilakukan di :
+ Rumah Sakit
Rumah sakit yang sudah mempunyai Bank Darah atau yang belum mempunyai Bank Darah tetapi permintaan darahnya banyak.
Kemudian UTDD PMI DKI akan menagih setiap bulan ke rumah sakit tersebut, berdasarkan jumlah pemakaian darah.

+ UTDD ( Unit Transfusi Darah Daerah ) PMI DKI Jakarta
Untuk rumah sakit-rumah sakit yang letaknya jauh dari UTDD dan permintaan darahnya sedikit/jarang maka service cost akan ditarik langsung oleh UTDD.
Setiap pembayaran service cost disertai tanda bukti pembayaran yang sah dari rumah sakit atau dari UTDD PMI DKI Jakarta.
4. PEMAKAIAN DARAH
+ Pemecahan Darah menjadi Komponen
Darah terdiri dari bagian-bagian atau komponen darah dengan fungsinya masing-masing. Komponen-komponen darah yang penting adalah eritrosit, leukosit, trombosit, plasma dan faktor pembekuan darah. Dengan kemajuan teknologi kedokteran, komponen-komponen darah tersebut dapat dipisah-pisahkan dengan suatu proses.
+ Pengguna Darah sesuai Komponen
Keuntungan terapi komponen darah, bagi penderita jelas, oleh karena hanya menerima komponen darah yang dibutuhkan.
Darah dapat pula disimpan dalam bentuk komponen-komponen darah yaitu: eritrosit, luekosit, trombosit, plasma dan faktor-faktor pembekuan darah dengan proses tertentu yaitu dengan Refrigerated Centrifuge.
5. GOLONGAN DARAH
Apakah Golongan Darah itu?
Golongan darah ditentukan adanya suatu zat/antigen yang terdapat dalam sel darah merah. Dalam system ABO yang ditemukan Lansteiner tahnu 1900, golongan darah dibagi:
Gol Sel Darah Merah Plasma
A Antigen A Antibodi B
B Antigen B antibodi A
AB Antigen A & B tak ada antibodi
O Tak ada antigen Antibodi Anti A & Anti B
Siapa yang menemukan asal muasal golongan darah pada manusia?
Landsteiner adalah orang yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam ABO system pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan dilakukan dengan melakukan reaksi antara sel darah merah dan serum dari donor. Hasilnya adalah dua macam reaksi dan dan satu macam tanpa reaksi. Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau samasekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O.

Lantas, siapa yang menemukan golongan darah AB?
Von Decastello dan Sturli pada tahun 1901 yang menemukan golongan darah AB di mana kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibody.

Apakah Rh/Rhesus Faktor itu?
Rh Faktor adalah juga semacam sistem golongan darah, dengan melihat ada/tidak adanya antigen Rh di dalam sel darah merahnya.

Apakah ada macam golongan darah lain?
Selain ABO dan Rh, masih ada banyak sistem penggolongan darah menurut antigen yang terdapat dalam sel darah merah antara lain : MWSP, Lutheran, Duffy, Lewis, Kell dan sebagainya.

Berapa kalikah kita boleh menyumbangkan darah?
Sebaiknya secara teratur, maksimal 4-6 kali setahun, atau 2-3 bulan sekali penyumbangan dengan jarak waktu sangat dekat adalah sangat berbahaya karena tidak baik untuk kesehatan.


H P I

Apa yang dimaksud dengan Hukum Perikemanusiaan Internasional?

Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah seperangkat aturan yang karena alasan kemanusiaan dibuat untuk membatasi akibat-akibat dari pertikaian bersenjata. Hukum ini melindungi mereka yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam pertikaian dan membatasi cara-cara dan metode peperangan. Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah istilah yang digunakan oleh Palang Merah Indonesia untuk Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law). Istilah lain dari Hukum Humaniter Internasional ini adalah "Hukum Perang" (Law of War) dan "Hukum Konflik Bersenjata" (Law of Armed Conflict).


Dari mana asalnya Hukum Perikemanusiaan Internasional?

Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah bagian dari hukum internasional. Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara. Hukum internasional dapat ditemui dalam perjanjian-perjanjian yang disepakati antara negara-negara sering disebut traktat atau konvensi dan secara prinsip dan praktis negara menerimanya sebagai kewajiban hukum.

Dalam sejarahnya hukum perikemanusiaan internasional dapat ditemukan dalam aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia. Perkembangan modern dari hukum tersebut dimulai pada abad ke-19. Sejak itu, negara-negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis, berdasarkan pengalaman pahit atas peperangan modern. Hukum itu mewakili suatu keseimbangan antara tuntutan kemanusiaan dan kebutuhan militer dari negara-negara. Seiring dengan berkembangannya komunitas internasional sejumlah negara di seluruh dunia telah memberikan sumbangan atas perkembangan hukum perikemanusiaan internasional. Dewasa ini hukum perikemanusiaan internasional diakui sebagai suatu sistem hukum yang benar-benar universal.

Dimana Hukum Perikemanusiaan Internasional dapat ditemukan?

Sebagian besar dari hukum perikemanusiaan internasional ditemukan dalam empat Konvensi Jenewa tahun 1949. Hampir setiap negara di dunia telah sepakat untuk mengikatkan diri pada Konvensi itu. Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 telah dikembangkan dan dilengkapi dengan dua perjanjian lanjutan yaitu Protokol-protokol Tambahan tahun 1977.

Ada juga beberapa perjanjian internasional yang melarang penggunaan senjata-senjata tertentu dan taktik militer. Perjanjian ini termasuk Konvensi Den Haag tahun 1907, Konvensi Senjata Biologi tahun 1972, Konvensi Senjata Konvensional tahun 1980 dan Konvensi Senjata Kimia tahun 1993. Konvensi Den Haag tahun 1954 mengatur perlindungan bangunan dan benda sejarah selama pertikaian bersenjata.

Banyak aturan hukum perikemanusiaan internasional yang sekarang diterima sebagai hukum kebiasaan internasional yang berarti telah menjadi aturan umum yang diterapkan di semua negara.

Apa cakupan Hukum Perikemanusiaan Internasional?

Ada dua bahasan yang menjadi cakupan hukum perikemanusiaan internasional, yaitu:
  1. Perlindungan atas mereka yang tidak dan tidak lagi mengambil bagian dan suatu pertikaian.
  2. Batasan-batasan atas sarana peperangan, khususnya persenjataan dan metode atau cara-cara peperangan seperti taktik-taktik militer.
Apa yang dimaksud dengan Perlindungan?

Hukum perikemanusiaan internasional melindungi mereka yang tidak ambil bagian atau tidak terlibat dalam pertikaian yaitu seperti warga sipil serta petugas medis dan rohani. Hukum perikemanusiaan juga melindungi mereka yang tidak lagi ambil bagian dalam pertikaian seperti mereka yang telah terluka atau korban kapal karam, mereka yang sakit atau yang telah dijadikan tawanan.

Orang yang dilindungi tidak boleh diserang. Mereka harus bebas dari penyiksaan fisik dan perlakuan yang merendahkan martabat. Korban yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Aturan-aturan yang terinci, termasuk penyediaan makanan serta tempat berteduh yang layak dan jaminan hukum, berlaku bagi mereka yang telah dijadikan tawanan atau mengalami penahanan.

Tempat-tempat dan objek-objek tertentu seperti rumah sakit dan ambulans, juga dilindungi dan tidak boleh menjadi sasaran penyerangan. HPI menetapkan sejumlah lambang-lambang yang dapat dikenali dengan jelas dan sinyal-sinyal yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang dan tempat-tempat yang dilindungi. Lambang-lambang ini termasuk palang merah dan bulan sabit merah.

Persenjataan dan taktik-taktik apa saja yang dibatasi?

Hukum perikemanusiaan internasional melarang segala sarana dan cara-cara peperangan yang:
  • gagal membedakan antara mereka yang terlibat dalam pertikaian dan mereka seperti warga sipil, yang tidak terlibat dalam pertikaian;
  • menyebabkan luka-luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak semestinya;
  • menyebabkan kerusakan lingkungan yang berkepanjangan atau sangat parah.
Hukum perikemanusiaan internasional juga telah melarang penggunaan berbagai jenis persenjataan tertentu termasuk peluru ledak, senjata kimia dan biologi serta senjata "laser-blinding weapon."

Kapan Hukum Perikemanusiaan Internasional Berlaku?

Hukum perikemanusiaan internasional hanya berlaku pada saat terjadi pertikaian bersenjata. Hukum tersebut tidak dapat diterapkan pada kekacauan dalam negeri seperti tindakan-tindakan kekerasan yang terisolasi. Hukum perikemanusiaan internasional juga tidak mengatur apakah suatu negara dapat menggunakan kekuatan (militernya) karena hal ini diatur oleh aturan berbeda (namun sama pentingnya) yaitu hukum internasional yang terdapat dalam Piagam PBB. Hukum perikemanusiaan internasional hanya berlaku pada saat suatu konflik dimulai dan berlaku sama kepada semua pihak tanpa memandang siapa yang memulai pertikaian.

Hukum perikemanusiaan internasional membedakan antara pertikaian bersenjata internasional dan pertikaian bersenjata internal (dalam negeri). Pertikaian bersenjata internasional adalah pertikaian yang sedikitnya melibatkan dua negara. Pertikaian seperti itu tunduk pada aturan yang lebih luas termasuk diatur dalam empat Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan pertama. Aturan yang lebih terbatas berlaku bagi pertikaian bersenjata internal-khususnya yang ditetapkan dalam Pasal 3 dari setiap ke-empat Konvensi Jenewa dan Prokokol Tambahan kedua. Namun di dalam pertikaian bersenjata internal, seperti halnya dalam pertikaian bersenjata internasional, semua pihak harus mematuhi hukum perikemanusiaan internasional.

Adalah penting untuk membedakan antara hukum perikemanusiaan internasional dengan hukum hak asasi manusia. Meski beberapa aturan dari keduanya ada yang sama, kedua hukum ini telah berkembang secara terpisah dan terdapat dalam perjanjian yang berbeda. Secara khusus hukum hak asasi manusia, tidak seperti hukum perikemanusiaan internasional, berlaku pada masa damai dan banyak aturannya mungkin ditangguhkan selama suatu pertikaian bersenjata berlangsung.

Apakah Hukum Perikemanusiaan Internasional benar-benar berjalan?

Tragisnya contoh-contoh pelanggaran hukum perikemanusiaan internasional tak terhitung telah terjadi dalam pertikaian bersenjata di seluruh dunia. Bahkan korban yang meningkat dalam peperangan adalah warga sipil. Namun, terdapat hal-hal penting dimana hukum perikemanusiaan internasional telah membuat suatu perbedaan dalam melindungi warga sipil, tawanan, korban luka dan sakit serta dalam membatasi penggunaan senjata yang semena-mena. Bahwa hukum itu berlaku selama masa-masa traumatik, penerapan hukum perikemanusiaan internasional akan selalu menghadapi kesulitan-kesulitan berat, penerapan efektif dari hukum itu selamanya akan tetap mendesak.

Sejumlah tindakan telah diambil untuk mempromosikan penghormatan terhadap hukum perikemanusiaan internasional. Negara-negara berkewajiban untuk memberikan pendidikan tentang hukum perikemanusiaan internasional kepada angkatan bersenjata dan masyarakat umum negaranya. Mereka harus mencegah dan jika perlu menghukum semua pelanggaran hukum perikemanusiaan internasional. Utamanya mereka harus memberlakukan hukum untuk menghukum pelanggaran-pelanggaran paling serius Konvensi-Konvensi Jenewa dan Protokol-protokol Tambahan yang dianggap sebagai kejahatan perang. Beberapa tindakan juga telah dilakukan pada level internasional. Pengadilan-pengadilan ad hoc telah dibentuk untuk menghukum tindakan-tindakan yang dilakukan dalam dua pertikaian yang terjadi beberapa waktu lalu yaitu di bekas Yugoslavia dan Rwanda. Dewasa ini pengadilan permanen internasional yang akan dapat menghukum kejahatan perang sudah disepakati untuk didirikan. Dasar hukumnya adalah Statuta Roma 1998 tentang pendirian Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court). Pengadilan yang akan berkedudukan di Den Haag Belanda itu terbentuk bila Statuta tersebut sudah diratifikasi 60 negara, sementara saat ini baru 4 negara yang meratifikasinya.

Apakah melalui pemerintah, melalui organisasi-organisasi atau sebagai perorangan, kita dapat memberikan suatu sumbangan penting bagi penerapan hukum perikemanusiaan internasional. ( Sumber: "What is International Humanitarian Law" - ICRC Advisory Service on International Humanitarian Law - http://www.icrc.org/ )


Fungsi Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah

LAMBANG - Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Fungsi Lambang
Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah memenuhi tiga fungsi utama:

  • harus menandakan bahwa seseorang atau suatu objek sebagai hal yang tidak boleh diserang (tanda perlindungan)
  • untuk memberi keterangan bahwa orang atau objek ini berada di bawah perlindungan atura-aturan kemanusiaan/HPI (tanda perlindungan)
  • menandakan bahwa orang-orang ini atau objek-objek ini ada kaitannya dengan Gerakan Palang Merah/Bulan Sabit Merah (tanda pengenal)

A. TANDA PERLINDUNGAN (PROTECTIVE USE)
Sebagai suatu alat perlindungan lambang adalah "tanda Konvensi" pada masa perang. Sebagaimana hal itu berlaku sebagai simbol, atau "…tanda perlindungan yang dapat terlihat yang disepakati oleh Konvensi terhadap orang-orang atau sesuatu (tenaga medis, unit-unit, kendaraan dan peralatan). Kegunaan perlindungan ini secara esensi dimiliki oleh negara dan dinas kesehatan angkatan darat.
Disamping dinas medis angkatan darat ini, perhimpunan-perhimpunan bantuan yang diakui, terutama Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, memberikan bantuannya kepada dinas medis angkatan darat, juga diizinkan untuk menggunakan lambang tersebut untuk perlindungan, tetapi hanya selama pertikaian terjadi. Dalam status ini personil yang dimaksud tetap harus membawa kartu identitas yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.
Penggunaan tanda perlindungan oleh Perhimpunan Nasional ini terbatas pada personil, bangunan, kendaraan dan peralatan yang disimpan di tempat penyimpanan dinas medis angkatan darat pada waktu perang, dan penampangannya harus sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan otoritas militer. Tanda perlindungan ini tetap harus dikenakan dengan jelas (optimum visibility) pada saat personil tersebut tidak dalam keadaan bertugas.
Seperti yang telah disinggung, badan internasional Palang Merah atau ICRC dan IFRC dan personilnya apakah petugas medis atau bukan, diperkenankan untuk mengenakan lambang itu setiap saat.
Bila digunakan sebagai alat perlindungan, lambang tersebut harus selalu dalam dimensi yang besar dalam kaitannya dengan penandaan gedung atau kendaraan supaya lebih jelas terlihat dari kejauhan. Sebagai contoh tanda perlindungan akan ditampakkan di atap rumah sakit dan dek atau badan sisi luar rumah sakit kapal dan di semua sisi kendaraan-kendaraan yang digunakan untuk mengangkut orang-orang terluka dan tenaga medis. Anggota dinas medis akan menggunakan tanda di lengan dan di dada.
Bila tidak ada pengaturan lebih lanjut dari pihak berwenang, Perhimpunan Nasional dapat memberikan izin kepada para anggotanya memasang lambang sebagai suatu alat pengenal (dengan nama perhimpunannya) bersamaan dengan lambang sebagai alat perlindungan. Bagi objek-objek yang ditempatkan instalasi milik pihak berwenang juga dapat dipasangkan lambang dengan nama perhimpunannya. Dalam hal ini, lambang yang digunakan sebagai alat pengenal dan nama Perhimpunan Nasional termaksud harus dalam dimensi yang kecil.
Penggunaan lambang atau titel "palang merah" atau "Geneva cross", atau setiap tanda atau titel yang merupakan suatu imitasi (peniruan), harus dilarang setiap saat, langkah yang perlu harus diambil untuk mencegah dan menekan segala bentuk penyalah gunaan tanda khusus ini. Penggunaan yang tidak jujur atau merupakan tindakan penipuan dari lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan (dan sinyal perlindungan lainnya) adalah suatu pelanggaran berat (grave breach). pelanggaran berat tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang (war crimes).
B. TANDA PENGENAL (INDICATIVE USE)
Sebagai alat pengenal, lambang tersebut menunjukan bahwa pemakai, apakah personil atau objek mempunyai hubungan tertentu dengan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, tetapi tidak perlu di bawah ketentuan perlindungan Konvensi Jenewa.
Lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai suatu tanda pengenal harus dalam dimensi yang lebih kecil dan digunakan sebagai cara untuk menghindari segala bentuk kerancuan membedakan dengan alat perlindungan.
Sebagai contoh, lambang tersebut tidak boleh ditampakkan pada atap atau di lengan. Namun demikian penggunaan lambang dalam ukuran besar tetap berlaku dalam kasus-kasus tertentu, seperti pemakaian lambang tersebut oleh tenaga P3K untuk mudah dikenali. Sebagai contoh, hal ini berlaku ketika sukarelawan P3K melakukan aktivitas bantuan korban bencana alam.

Perhimpunan Nasional diinstruksikan untuk hanya menggunakan lambang-lambang yang sesuai dengan Konvensi Jenewa. Lebih jauh lagi, dalam mengikuti Prinsip-prinsip Dasar Gerakan, "…Perhimpunan Nasional tidak dapat menjalankan aktivitasnya dengan menggunakan lambang kecuali hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur oleh Konferensi Internasional Palang Merah dan tujuan-tujuan kelembagaan, yaitu bantuan sukarela terhadap orang sakit dan terluka serta kepada korban akibat konflik langsung dan tidak langsung dan bencana alam atau bencana buatan manusia.

Sebagai aturan umum, di masa damai, Perhimpunan Nasional dapat menggunakan lambang sebagai alat pengenal sesuai dengan perundang-undangan nasional. Seperti yang pernah disinggung pada bagian A dari tulisan ini (tentang tanda perlindungan), mereka juga dapat melanjutkan penggunaan lambang sebagai alat pengenal di masa perang atau konflik, tanpa ada kemungkinan kerancuan dengan kegunaannya sebagai alat perlindungan (penggunaannya tanda pengenal bersamaan dengan tanda perlindungan).
Sebagai contoh, seorang petugas medis dari Perhimpunan Nasional di masa damai selalu mengenakan bros, badge atau "name tag" yang merupakan identitas Perhimpunan Nasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah di negaranya. Identitas ini tetap dapat dikenakan kemudian di masa konflik meskipun dia kemudian mengenakan rompi atau ban lengan dengan lambang palang merah/bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan.
    Berikut adalah pembedaan-pembedaan fungsi pengenal dari emblem yang bisa dibuat:
  • lambang perlengkapan, dapat diterapkan pada bendera, papan alamat, pelat kendaraan, badge staf, yang menunjukan bahwa seseorang atau objek tersebut adalah anggota atau milik dari organisasi Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah;
  • lambang dekoratif, yang mungkin tampak pada medali, kancing atau penghargaan lainnya, publisitas atau gambaran dekoratif yang digunakan oleh Perhimpunan Nasional;
  • lambang asosiatif, yang mungkin tampak pada pos-pos P3K, seperti di pinggir jalan, di dalam stadion atau ruang-ruang publik lainnya atau pada ambulans bukan miliki Perhimpunan Nasional tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya kepada warga sipil yang cedera atau sakit, dengan izin dari Perhimpunan Nasional.
Penggunaan lambang yang tidak benar
Banyak kasus penyalahgunaan dari lambang ditemukan dalam kategori alat pengenal. Karena secara luas dianggap sebagai suatu simbol pertolongan dan perawatan medis, lambang palang merah dan bulan sabit merah sering secara luas digunakan oleh organisasi dan perorangan yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Gerakan Palang Merah. Sangat banyak contoh dari penyalahgunaan lambang yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Penyalahgunaan itu utamanya terjadi pada rumah sakit, dokter swasta, ambulan, apotek, pabrik obat dan perusahaan distribusi, serta pelayanan-pelayanan umum atau swasta yang berkaitan dengan kesehatan dan higienis.
Sebenarnya setiap penggunaan lambang tanpa mendapat pengesahan yang resmi dari Perhimpunan Nasional harus dianggap sebagai suatu penyalahgunaan, apakah itu dibuat untuk tujuan komersial atau bukan. Oleh karena itu tindakan hukum yang efektif harus diambil oleh semua negara untuk mengatur penggunaan lambang dan menekan penyalahgunaan lambang tersebut.

Dengan kata lain, perlindungan lambang itu sendiri adalah suatu keharusan yang mutlak untuk menjamin berlangsungnya penghargaan kepada Gerakan Palang Merah dan aktivitas-aktivitas Palang Merah di seluruh penjuru dunia baik di masa damai atau di masa perang.
Dasar Hukum

    Berdasarkan hukum internasioanl, masalah lambang ini diatur dalam:
  1. Konvensi Jenewa I 1949 Pasal 38 s.d. Pasal 44, Pasal 53 dan Pasal 54
  2. Konvensi Jenewa II 1949 Pasal 41 s.d. Pasal 45
  3. Konvensi Jenewa IV 1949 Pasal 18 s.d. Pasal 22
  4. Protokol Tambahan I 1977 Pasal 18, Pasal 85 dan Annex I Pasal 1 s.d. Pasal 5
  5. Protokol Tambahan II 1977 Pasal 12
  6. Regulation on the Use of the Emblem of the Red Cross or the Red Crescent By the National Societies (disetujui dalam the 20th International Conference, Wina 1965 dan direvisi oleh the Council of Delegates, Budapest 1991)
    Berdasarkan hukum nasional, masalah lambang ini diatur dalam:
  1. Keppres No. 25 tahun 1950 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
  2. Keppres No. 246 tahun 1963 tentang Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
  3. Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 1/Peperti tahun 1962 Tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-Kata Palang Merah.
  4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
Sumber bacaan :
  1. Red Cross Emblem - A System of Humanitarian Protection, Daniel Glinz & Christophe Swinarski, ICRC Regional Delegation for East Asia, Hongkong, 1993.
  2. Basic Rules of the Geneva Conventions and Their Additional Protocols, International Committee of the Red Cross, 1983.
  3. Regulation on the Use of the Emblem of the Red Cross or the Red Crescent By the National Societies (disetujui dalam the 20th International Conference, Wina 1965 dan direvisi oleh the Council of Delegates, Budapest 1991).


Sejarah Singkat Gerakan Palang Merah

ORGANISASI PALANG MERAH

A. GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL

SEJARAH LAHIRNYA GERAKAN
Pada tanggal 24 Juni 1859 di kota Solferino, Italia Utara, pasukan Perancis dan Italia sedang bertempur melawan pasukan Austria dalam suatu peperangan yang mengerikan. Pada hari yang sama, seorang pemuda warganegara Swiss, Henry Dunant , berada di sana dalam rangka perjalanannya untuk menjumpai Kaisar Perancis, Napoleon III. Puluhan ribu tentara terluka, sementara bantuan medis militer tidak cukup untuk merawat 40.000 orang yang menjadi korban pertempuran tersebut. Tergetar oleh penderitaan tentara yang terluka, Henry Dunant bekerjasama dengan penduduk setempat, segera bertindak mengerahkan bantuan untuk menolong mereka.

Beberapa waktu kemudian, setelah kembali ke Swiss, dia menuangkan kesan dan pengalaman tersebut kedalam sebuah buku berjudul "Kenangan dari Solferino", yang menggemparkan seluruh Eropa. Dalam bukunya, Henry Dunant mengajukan dua gagasan;

* Pertama, membentuk organisasi kemanusiaan internasional , yang dapat dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit yang cedera di medan perang.
* Kedua, mengadakan perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cedera di medan perang serta perlindungan sukarelawan dan organisasi tersebut pada waktu memberikan pertolongan pada saat perang.

Pada tahun 1863, empat orang warga kota Jenewa bergabung dengan Henry Dunant untuk mengembangkan gagasan pertama tersebut. Mereka bersama-sama membentuk "Komite Internasional untuk bantuan para tentara yang cedera", yang sekarang disebut Komite Internasional Palang Merah atau International Committee of the Red Cross (ICRC).
Dalam perkembangannya kelak untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan di setiap negara maka didirikanlah organisasi sukarelawan yang bertugas untuk membantu bagian medis angkatan darat pada waktu perang. Organisasi tersebut yang sekarang disebut Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah.

Berdasarkan gagasan kedua, pada tahun 1864, atas prakarsa pemerintah federal Swiss diadakan Konferensi Internasional yang dihadiri beberapa negara untuk menyetujui adanya "Konvensi perbaikan kondisi prajurit yang cedera di medan perang". Konvensi ini kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi Konvensi Jenewa I, II, III dan IV tahun 1949 atau juga dikenal sebagai Konvensi Palang Merah . Konvensi ini merupakan salah satu komponen dari Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) suatu ketentuan internasional yang mengatur perlindungan dan bantuan korban perang.

PALANG MERAH INTERNASIONAL

1. Komite Internasional Palang Merah / International Committee of the Red Cross (ICRC), yang dibentuk pada tahun 1863 dan bermarkas besar di Swiss. ICRC merupakan lembaga kemanusiaan yang bersifat mandiri, dan sebagai penengah yang netral. ICRC berdasarkan prakarsanya atau konvensi-konvensi Jenewa 1949 berkewajiban memberikan perlindungan dan bantuan kepada korban dalam pertikaian bersenjata internasional maupun kekacauan dalam negeri. Selain memberikan bantuan dan perlindungan untuk korban perang, ICRC juga bertugas untuk menjamin penghormatan terhadap Hukum Perikemanusiaan internasional.
2. Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, yang didirikan hampir di setiap negara di seluruh dunia, yang kini berjumlah 176 Perhimpunan Nasional, termasuk Palang Merah Indonesia. Kegiatan perhimpunan nasional beragam seperti bantuan darurat pada bencana, pelayanan kesehatan, bantuan sosial, pelatihan P3K dan pelayanan transfusi darah. Persyaratan pendirian suatu perhimpunan nasional diantaranya adalah :
* mendapat pengakuan dari pemerintah negara yang sudah menjadi peserta Konvensi Jenewa
* menjalankan Prinsip Dasar Gerakan
Bila demikian ICRC akan memberi pengakuan keberadaan perhimpunan tersebut sebelum menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
3. Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah / International Federation of Red Cross and Red Crescent (IFRC), Pendirian Federasi diprakarsai oleh Henry Davidson warganegara Amerika yang disahkan pada suatu Konferensi Internasional Kesehatan pada tahun 1919 untuk mengkoordinir bantuan kemanusiaan, khususnya saat itu untuk menolong korban dampak paska perang dunia I dalam bidang kesehatan dan sosial. Federasi bermarkas besar di Swiss dan menjalankan tugas koordinasi anggota Perhimpunan Nasional dalam program bantuan kemanusiaan pada masa damai, dan memfasilitasi pendirian dan pengembangan organisasi palang merah nasional.

PERTEMUAN ORGANISASI PALANG MERAH INTERNASIONAL
Sesuai dengan Statuta dan Anggaran Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menyebutkan empat tahun sekali diselenggarakan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ( Internasional Red Cross Conference) . Konferensi ini dihadiri oleh seluruh komponen Gerakan Palang Merah Internasional ( ICRC, perhimpunan nasional dan Federasi Internasional ) serta seluruh negara peserta Konvensi Jenewa. Konferensi ini merupakan badan tertinggi dalam Gerakan dan mempunyai mandat untuk membahas dan memutuskan semua ketentuan internasional yang berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan kepalangmerahan yang akan menjadi komitmen semua peserta.

Dua tahun sekali , Gerakan Palang Merah Internasional juga mengadakan pertemuan Dewan Delegasi (Council of Delegates) , yang anggotanya terdiri atas seluruh komponen Gerakan. Dewan Delegasi akan membahas permasalahan yang akan dibawa dalam konferensi internasional. Suatu tim yang dibentuk secara khusus untuk menyiapkan pertemuan selang antar konferensi internasional yaitu Komisi Kerja ( Standing Commission).

Bersamaan dengan pertemuan tersebut khusus untuk Federasi Internasional dan anggota perhimpunan nasional juga mengadakan pertemuan Sidang Umum (General Assembly) sebagai forum untuk membahas program kepalangmerahan dan pengembangannya.

KOMITMEN KEMANUSIAAN
Berikut adalah garis besar program kemanusiaan kepalangmerahan yang terakomodasi antara lain dalam kesepakatan Federasi Internasional ( Strategi 2010) ; Komitmen Regional anggota Perhimpunan ( Deklarasi Hanoi ) dan kesepakatan Konferensi Internasional ( Plan of Action ).

1. STRATEGI 2010
Strategi 2010 (S-2010) adalah seperangkat strategi Federasi Internasional dalam menghadapi tantangan kemanusiaan pada dekade menantang. Dokumen yang diadopsi Sidang Umum pada tahun 1999 ini menjabarkan misi Federasi yaitu: "memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan dengan memobilisasi kekuatan kemanusiaan".
Tiga tujuan utama yang strategis adalah:

1. Memperbaiki Hajat Hidup masyarakat Rentan
Strategi ini terfokus melalui empat bidang inti, yaitu:
+ Promosi Prinsip-Prinsip dasar Gerakan dan nilai-nilai kemanusiaan;
+ Penanggulangan Bencana;
+ Kesiapsiagaan penanggulangan bencana; dan
+ Kesehatan dan perawatan di masyarakat.
Keempat bidang ini adalah suatu paket yang integral dan saling terkait satu sama lain, yang memiliki dua dimensi yaitu pelayanan dan advokasi.
2. Memobilisasi Kekuatan Kemanusiaan
Pengerahan kapasitas organisasi untuk pelayanan ini akan terjadi bila perhimpunan nasional berfungsi dengan baik. Artinya ada mekanisme organisasi, pengembangan kapasitas, memobilisi sumber keuangan dengan mengembangkan kemitraan dan mengoptimalkan komunikasi dalam Perhimpunan Nasional.
3. Bekerjasama Secara Efektif
Adanya perhimpunan nasional yang kuat akan membentuk sebuah Federasi yang kuat , efektif dan efisien yaitu dengan mengembangkan kerjasama subregional dan mengimplementasikan strategi gerakan, kemitraan dengan organisasi internasional lain, memobilisasi publik dan advokasi penentu kebijakan serta mengkomunikasikan pesan-pesan dan misi Federasi Internasional.

2. DEKLARASI HANOI "United for Action"
Dokumen ini disahkan melalui Konferensi Regional V di Hanoi, Vietnam pada tahun 1998, yang disepakati oleh 37 perhimpunan nasional se Asia Pasifik dan Timur Tengah yang bertekad , walau beragam budaya, geografis dan latar belakang lain, untuk bersatu demi suatu aksi kemanusiaan.
Kecenderungan bencana alam serta krisis moneter secara global telah melanda wilayah regional dan berdampak pada permasalahan imigrasi penduduk karena menghendaki perbaikan hidup, krisis ekonomi yang menyebabkan angka pengangguran yang semakin meningkat serta berjangkitnya wabah penyakit. Hal ini menjadi tantangan bagi Palang Merah untuk membantu meringankan penderitaan umat manusia.

Deklarasi Hanoi memfokuskan penanganan program pada isu-isu berikut:
+ Penanggulangan bencana
+ Penanganan wabah penyakit
+ Remaja dan Manula
+ Kemitraan dengan pemerintah
+ Organisasi dan Manajemen kapasitas sumber daya
+ Hubungan masyarakat dan promosi

3. PLAN OF ACTION 2000 - 2003
Plan of Action 2000 - 2003 merupakan keputusan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-27 di Jenewa pada tahun 1999 . Pemerintah Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan ikrarnya di bidang kemanusiaan.

Komitmen Pemerintah Indonesia

* Memenuhi komitmen untuk meratifikasi Protokol Tambahan I dan II dari Konvensi-Konvensi Jenewa 1949
* Memperkuat Legislasi yang berkaitan dengan penggunaan Lambang Palang Merah
* Memperkuat aspek-aspek kelembagaan dalam perencanaan kesiapsiagaan penanggulangan bencana
* Mengintensifkan pendidikan dan diseminasi Hukum Humaniter Internasional dan karya-karya organisasi kemanusiaan kepada masyarakat sipil dan militer
* Memperkuat kemitraan dengan lembaga-lembaga nasional untuk membantu masyarakat rentan

Komitmen Palang Merah Indonesia

* Program diseminasi nilai-nilai kemanusiaan kepada anggota dan kelompok sasaran tertentu serta mendorong pemerintah untuk menyusun peraturan nasional mengenai lambang dan perjanjian terkait.
* Mengintensifkan program kesiapsiagaan penanggulangan bencana di daerah-daerah yang rawan bencana melalui program "community based" dan meningkatkan kemampuan manajemen bencana dan pelatihan sukarelawan serta penyediaan peralatan standar operasional.
* Melaksanakan program sosial dan kesehatan dalam hal pelayanan darah, pendidikan remaja sebaya sebagai upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS atau kegiatan-kegiatan yang berorientasikan pada pelayanan P3K yang berbasis masyarakat, masalah air dan sanitasi, kesejahteraan kelompok masyarakat rentan di daerah tertinggal dan memperbaiki pelayanan ambulan dan pos P3K.


Sabtu, 21 Maret 2009

Sejarah PMI

Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873 Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (Nerkai), yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.
Perjuangan untuk mendirikan Palang Merah Indonesia sendiri diawali sekitar tahun 1932. Kegiatan tersebut dipelopori oleh Dr. RCL Senduk dan Dr Bahder Djohan. Rencana tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut ke dalam sidang Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya ditolak mentah-mentah. Terpaksa rancangan itu disimpan untuk menunggu kesempatan yang tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang, mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu harus kembali disimpan.

Tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, yaitu pada tanggal 3 September 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu badan Palang Merah Nasional. Atas perintah Presiden, maka Dr. Buntaran yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet I, pada tanggal 5 September 1945 membentuk Panitia 5 yang terdiri dari: dr R. Mochtar (Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), dan dr Djuhana; dr Marzuki; dr. Sitanala (anggota).

Akhirnya Perhimpunan Palang Merah Indonesia berhasil dibentuk pada 17 September 1945 dan merintis kegiatannya melalui bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang. Oleh karena kinerja tersebut, PMI mendapat pengakuan secara Internasional pada tahun 1950 dengan menjadi anggota Palang Merah Internasional dan disahkan keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25 tahun 1959 dan kemudian diperkuat dengan Keppres No.246 tahun 1963.

Kini jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi / Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II serta dukungan operasional 165 unit Transfusi Darah di seluruh Indonesia.

PERAN DAN TUGAS PMI

Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.

Tugas Pokok PMI :

+ Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana
+ Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan
+ Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
+ Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1980)

Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan Kesemestaan.

SEKILAS KINERJA PMI DARI MASA KE MASA

Dasawarsa I 1945 -1954

Pada masa perang kemerdekaan RI, peranan PMI yang menonjol adalah di bidang Pertolongan pertama, Pengungsian, Dapur Umum, pencarian dan pengurusan repatriasi, bekerjasama dengan ICRC dan Palang Merah Belanda untuk Romusha, Heiho , Tionghoa; anak-anak Indo Belanda dan 35.000 tawanan sipil Belanda dan para Hoakian yang kembali ke RRC. Sementara itu diadakan pula pendidikan untuk para juru rawat yang akan dikirim ke pos-pos P3K di daerah pertempuran.
Saat itu sudah ada 40 cabang PMI di seluruh Indonesia dan setiap cabang memiliki dua buah Pos P3K sebagai Tim Mobil Collone.
Rumah Sakit Umum Palang Merah di Bogor yang semula di bawah pengelolaan Nerkai, pada tahun 1948 disumbangkan kepada PMI Cabang Bogor dengan nama Rumah Sakit Kedunghalang dan sejak tahun 1951 dikelola menjadi Rumah Sakit Umum PMI hingga sekarang.
PMI juga mulai menyelenggarakan kegiatan pelayanan sumbangan darah yang masih terbatas di Jakarta dan beberapa kota besar seperti Semarang, Medan, Surabaya dan Makasar dengan nama Dinas Dermawan Darah.

Dalam peristiwa pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan), PMI bekerjasama dengan ICRC melaksanakan pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh Dr. Bahder Djohan dan BPH Bintara berupa Rumah Sakit terapung di Ambon. Juga diadakan penyampaian berita keluarga yang hilang/ terpisah serta mengunjungi tawanan.

PMI mulai mengembangkan kegiatn kepemudaan dengan 7.638 anggota remaja di 29 Cabang PMI. Bekerjasama dengan Yayasan Kesejahteraan Guru, murid dan anak-anak sepakat membentuk unit PMR di sekolah-sekolah, penerbitan majalah PMR, korespodensi, pertukaran album, lomba, pameran lukisan, serta penyelenggaraan sanatoria (perawatan paru-paru untuk anak-anak).

DASAWARSA II 1955 - 1964

Akibat Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat dan Permesta di Sulawesi Utara, Markas Besar PMI mengirimkan kapal-kapal PMI ke daerah tersebut untuk menjemput orang-orang asing di sana dan juga mengirimkan 4 tim medis ke Sumatera serta 6 tim ke Sulawesi Utara.
Setelah Presiden Soekarno mencetuskan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1961, Pengurus Besar PMI memanggil Kesatuan Sukarela seluruh Cabang untuk siap siaga. Kemudian terbentuklah Kesatuan Nasional yang terdiri dari 11 cabang yang telah diseleksi. Sukarelawan Palang Merah yang ditugaskan sebagai perawat berjumlah 259 orang dan 770 orang sebagai cadangan.

Pada peristiwa Aru 15 Januari 1952, yaitu tenggelamnya Kapal Perang RI Macan Tutul, sebanyak 55 orang awak kapal perang tersebut menjadi tawanan Belanda sehingga atas permintaan Menteri/KSAL, PMI menghubungi ICRC untuk menangani tawanan tersebut. Berkat usaha Sekjen PBB, pihak Belanda menyetujui penyerahan awak kapal di Singapura.
Pada tahun 1963 ketika Gunung Agung di Bali meletus , PMI bersama Dinkes Angkatan Darat RI membantu penanggulangan para korban bencana tersebut.

Ketika Tim Kesatuan Nasional PMI ke Kalimantan Barat dalam rangka Dwikora (Dwi Komando Rakyat), telah dikirimkan Tim Kesehatan Nasional untuk membantu Operasi TUMPAS di Sulawesi Selatan.

DASA WARSA III 1965-1975

Penerbitan Surat Keputusan mengenai Peraturan menteri Kesehatan RI No.23 dan No.024 mengenai pengakuan Pemerintah RI untuk pertamakali terhadap keberadaan Usaha Transfusi Darah (UTD) PMI.
Dalam peringatan HUT PMI ke-25 , 17 September 1970 , Pengurus Besar PMI mengeluarkan suatu medali khusus dan penghargaan kepada perintis-perintis PMI, seperti: Drs. Moh. Hatta dan Prof. Dr. bahder Johan dan Pengurus PMI Daerah/Cabang seluruh Indonesia.
Setahun kemudian ,1971 diresmikan berdirinya suatu DAJR (Dinas Ambulance Jalan Raya) Jakarta - Bandung sebanyak 7 pos yang dipusatkan di RSU-PMI Bogor. Ambilans yang digunakan adalah ambulance Falcon yang dilengkapi personil, alat-alat pertolongan pertama, dan telepon radio.

DASAWARSA IV 1975 -1984

Kerjasama PMI-ICRC

PMI mulai berperan di Timor Timur bulan Agustus 1975 sejak mengalirnya pengungsi Timor Timur ke perbatasan Timor Barat di Atambua. Operasi kemanusiaan di Dili dimulai bulan Desember 1975 atas permintaan PSTT (Pemerintah Sementara Timor Timur). Kemudian kelak pada bulan Oktober tahun 1979 PMI bekerja sama dengan ICRC mulai membuka pos bantuan relief di 7 Kecamatan terpencil di Timor Timur.
Atas permintaan Pemerintah RI, PMI didukung UNHCR membentu pengungsi Vietnam di Pulau Galang dalam bidang kesehatan dan kesejahtraan social, antara lain dengan mendirikan RS Pulau Galang. PMI juga mengadakan Tracing and Mail Service bekerjasama dengan ICRC.

Bencana Alam

Ketika gempa bumi melanda Bali Juli 1976 yang melanda 3 dari 5 kabupaten
PMI mengerahkan tenaga sukarela, membuka Dapur Umum dan membantu perbaikan 500 buah rumah. Bekerjasama dengan tim medis dari Angkatan Darat, memberikan pelayanan kesehatan makanan dan obat-obatan.
Di tahun yang sama gempa bumi melanda Kecamayan Kurima dan Okbibab di Kabupaten Jayawijaya dengan kekuatan 6,8 Skala Richter.
PMI juga turun langsung membantu korban bencana Galunggung tahun 1982 selama beberapa bulan

Transfusi Darah

Tahun 1978 Pengurus Pusat memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertamakalinya kepada donor darah sukarela 75 kali.
Ketentuan tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah dikeluarkan oleh pemerintah melali Peraturan Pemerintah No.18 th 1980

DASAWARSA V 1984 - 1994

Beberapa kali pindah dari Jl.Abdul Muis ke beberapa lokasi, akhirnya kantor pusat PMI menetap di Jl.Jendral Gatot Subroto Kav.96 yang diresmikan oleh Presiden Suharto pada tahun 1985.

Tracing and Mailing RRC-RI

Selain pelayanan Tracing and Mailing Service (TMS) untuk pengungsi di Pulau Galang, pada tahun 1987 TMS PMI mengurus kunjungan keluarga dari RRC ke Indonesia yang pertama kalinya sejak hubungan diplomatik kedua negara itu tahun 1967 terputus.
Di Jakarta, PMI ikut membantu para korban musibah tabrakan kereta api Bintaro berupa pertolongan P3K, Transfusi Darah, TMS, serta pemberian pakaian pantas di sejumlah RS di Jakarta tempat korban dirawat.

Bencana alam

PMI mengerahkan 700 orang KSR/PMR dan 8 tenaga dokter untuk membantu korban banjir bandang di Semarang Jawa Tengah dan juga ikut membantu korban Letusan Gunung Kelud Jawa Timur tahun 1990 dengan bantuan pangan dan obat-obatan senilai Rp.8.583.400,-
Untuk turut menanggulangi bencana gempa bumi Tsunami di Flores 12 Desember 1992, PMI membentuk Satgas KSR Serbaguna yang disebut SATGAS MERPATI I.

Perang Teluk tahun 1991

Dengan pecahnya Perang Teluk, Pemerintah Indonesia mempercayakan kepada PMI untuk memimpin pengiriman bantuan masyarakat Indonesia dengan pesawat khusus ke Jordania, untuk korban Perang Teluk sebanyak dua kali. Bantuan sandang, pangan, obat-obatan dan peralatan listrik yang diberikan senilai 249 juta rupiah.

Uji Saring Darah HIV

Penyebaran virus HIV yang semakin meningkat mendorong terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan RI No.622/1992 tentang kewajiban pemeriksaan virus HIV pada donor darah. Sejalan dengan itu, Depkes RI memberikan bantuan reagensia untuk pemeriksaan virus HIV kepada PMI yang diperuntukkan bagi segenap UTDC-PMI.

Temu Karya KSR

Pada bulan Juli 1992 diadakan Temu karya dan Lomba KSR Tingkat Nasional di Lombok NTB diikuti pula oleh peserta dari Singapura, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Jepang.

DASAWARSA VI 1994 - 2004

Bencana Alam (Gempa Bumi)

Kembali pada tahun 1994 ,Pengurus Pusat membentuk Tim SATGAS MERPATI II untuk membantu korban bencana Gempa Bumi di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di Banyuwangi-Jawa Timur.
Juga pada tahun 1999, saat propinsi Bengkulu ditimpa gempa berkekuatan 7,9 skala richter, PMI dengan dukungan fasilitas Federasi Internasional dan Palang Merah Norwegia mendirikan rumah sakit lapangan berkapasitas 150 bed menggantikan fungsi rumah sakit setempat yang rusak di kota itu selama 10 bulan.
Gempa lainnya berskala 6,5 richter juga menimpa Banggai di Sulawesi Tengah pada bulan Mei 2002, dan beberapa bulan kemudian pada Juli 2000 gempa terjadi juga di 24 Kecamatan di Sukabumi dan Bogor.

Banjir

Akhir tahun 2000 banjir menimpa wilayah Aceh. Dengan bantuan ICRC di Lhoksumawe, Tim PMI ikut turun tangan membersihkan jalan-jalan dan fasilitas sosial lainnya dan memberikan bantuan 4000 paket bantuan alat kebersihan. Pada periode yang sama, banjir juga melanda Gorontalo Sulawesi Tengah yang mengakibatkan wilayah tersebut terutama di Kecamatan Ranoyapo terisolir banjir.
Banjir Lumpur dikuti longsor juga melanda wilayah Jawa Barat selama beberapa hari pada bulan Pebruari. Banjir bandang terjadi pula di NTB. 1000 paket bantuan PMI dan 610 petromaks disumbangkan oleh Federasi Internasional melalui PMI.
Awal Agustus 2001, banjir besar juga telah menghancurkan 8 Kecamatan di Kabupaten Nias Sumetera Utara. PMI telah mengirimkan obat-obatan dan bantuan paket keluarga berupa peralatan dapur, kelambu nyamuk, pakaian, selimut dan gula untuk memenuhi kebutuhan darurat sehari-hari di Nias.

Penanggulangan Bencana Konflik

Suatu konflik vertikal telah berlangsung di Aceh sejak Januari 2000, konflik horizontal di Poso Sulawesi Tengah pada 23 Mei 2000 dan kerusuhan hebat di Maluku Utara pada 17 Mei 2001. Di Aceh PMI bekerjasama dengan ICRC secara intensif melakukan kegiatan evakuasi korban luka dan mayat, membagikan bantuan pangan, pelayanan kesehatan darurat serta penyampaian berita keluarga. Sedangkan untuk Poso, PMI berkoordinasi dengan ICRC menyalurkan bantuan 4000 paket keluarga diikuti bantuan dari RCTI berupa tikar, sarung, handuk, jerigen, sabun mandi, sabun cuci dan pakaian yang diperuntukkan kepada 2000 orang. Sedang untuk konflik yang terjadi di Maluku Utara, kembali PMI bekerjasama dengan ICRC menyalurkan 5.655 paket bantuan keluarga kepada korban disamping pelayanan kesehatan di Tobelo dan Galela. Bantuan tambahan sebanyak 4500 paket dan 2000 unit peralatan sekolah dan seragam dari Kedutaan Besar Jepang. Di samping itu bantuan satu unit kendaraan juga telah dikirim ke Ternate dari Jakarta untuk membantu operasional teknis lapangan.

CBFA- Tarakan dan Lampung

Proyek pengembangan kesehatan berbasis masyarakat (CBFA) telah dimulai di Kalimantan Timur dan Tengah sejak Juni 2000. Bantuan disponsori oleh Palang Merah Belanda dengan Fasilitas Federasi Internasional bertujuan memperbaiki status kesehatan masyarakat di wilayah sasaran.

PMI KINI

Dalam rangka menghadapi perkembangan masyarakat Indonesia di masa depan yang semakin global dalam suasana yang semakin demokratis maka PMI harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagai stakeholder untuk ikut mengambil peran aktif di dalamnya.

Karena itu, PMI telah menetapkan misi dan visi dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip kepalangmerahan dan digariskan di dalam garis-Garis Kebijakan PMI 2000 - 2004 :

A. Visi

PMI diakui secara luas sebagai organisasi kemanusiaan yang mampu menyediakan pelayanan kepalangmerahan yang efektif dan tepat waktu, terutama kepada mereka yang paling membutuhkan, dalam semangat kenetralan dan kemandirian.

B. Misi

  1. dan mengembangkan aplikasi prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah serta Hukum perikemanusiaan Internasional (HPI) dalam masyarakat Indonesia.
  2. Melaksanakan pelayanan kepalangmerahan yang bermutu dan tepat waktu, mencakup
  • Bantuan kemanusiaan dalam keadaan darurat
  • Pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat
  • Usaha Kesehatan Transfusi DarahPembinaan Generasi Muda dalam kepalangmerahan, kesehatan dan kesejahteraan.
3.Pembinaan Generasi Muda dalam kepalangmerahan, kesehatan dan kesejahteraan.
4. Melakukan konsolidasi organisasi, pembinaan potensi dan peningkatan potensi
sumberdaya manusia dan sumber dana untuk menuju PMI yang efektif dan efiesien.

PROGRAM STRATEGIS PENGEMBANGAN ORGANISASI

A. TUJUAN

Menyempurnakan organisasi dan tata laksana PMI di semua tingkatan untuk persiapan peningkatan kemandirian dan kenetralan PMI dalam 5 tahun ke depan.

B. PROGRAM 2002

1. Melanjutkan upaya akurasi data kapasitas organisasi daerah dan cabang dari hasil respon kuistioner yang diberikan Daerah dan Cabang dan Laporan Persemester atau Tahunan.
2. Menyusun pola standar Orientasi Kepalangmerahan dan implementasi manajemen PMI bagi pengurus.
3. Memberikan arahan kepada Daerah untuk mengaktifkan fungsinya melalui:

* Pengamatan aktif, advokasi dan membantu implementasi AD/ART, khususnya di dalam MUSDA dan MUKERDA.
* Lokakarya Manajemen dan Organisasi bagi daerah dan beberapa cabang terpilih.
* Orientasi kepalangmerahan dan manajemen organisasi untuk daerah dan cabang-cabang yang dimiliki.
* Membina Rencana Strategis Pengembangan Organisasi melalui kinerja tim OD
* Lokakarya bagi pengembangan fungsi markas pusat bagi Kepala Unit Daerah (KAMADA)
* Melanjutkan pemberian bantuan kepada korban gempa bumi di Bengkulu, dengan pilot program OD di PMI Bengkulu, untuk mendukung implementasi program CBFA, water and sanitation in Bengkulu.

4. Memantapkan persiapan untuk MUKERNAS tahun 2002
5. Menerbitkan perangkat lunak bagi pengembangan manajemen dan organisasi seperti
Petunjuk Bagi Pengurus PMI.

Kapasitas Organisasi PMI per/ April 2002
Jumlah Daerah : 30 daerah
Jumlah Cabang : 323 cabang
Jumlah Ranting : 450 ranting
Jumlah KSR : 28.554 orang
Jumlah TSR : 22.347 orang
Jumlah PMR : 670.127 orang

Materi Dapur Umum

Sebelum kita bahas tenteng Dapur Umum ( DU ) PMI terlebih dahulu kita harus ketahui sebab-sebab kita harus mendirikan Dapur.Dapur Umum didirikan apabila terjadi bencana yang dapat mengakibatkan:
1. Mengakibatkan penderitaan manusia
2. Mengganggu aktivitas
3. Menimbulkan kerusakan harta benda , alam beserta lingkungannya
4. Menghambat roda pembangunan

Karena terjadi bencana tersebut maka PMI akan melaksanakan Penanggulangan Korban Bencana yang bertujuan untuk:

1. Meringankan penderitaan
2. Mengatasi Kebutuhan Primer

* Perlindungan
* S a n d a n g
* P a n g a n
* P a p a n
* Kesehatan

Supaya terpenuhinya kebutuhan tersebut terutama dibidang pangan maka PMI mendirikan DAPUR UMUM yang bertujuan :

1. Menyediakan makanan sederhana & layak , higienis , cukup bergizi
2. Dapat didistribusikan dalam waktu yang cepat dan tepat

Dalam 1 tim DU Terdiri dari anggota yaitu:

KETUA REGU

* Mengatur pembagian tugas anggota , membimbing dan bertanggungjawab atas kelancaran tugas pelaksanaan dapur umum
* Bertanggung jawab secara langsung pada ketua tim Pengurus Cabang melalui ketua kelompok bila ada

WAKIL KETUA REGU

* Mewakili ketua regu bila ketua berhalangan
* Bertanggungjawab atas pelayanan makanan & memelihara ketertiban serta kebersihan lingkungan wilayah kerja

PENANGGUNGJAWAB TATA USAHA

* Membuat daftar nama , alamat rumah , tanggal lahir , jenis kelamin dan pekerjaan korban bencanaAdministrasi penerima / pengeluaran bahan keperluan dapur umumdan peralatan / perlengkapan
* Melaksanakan pembukuan keuanganPembuatan / menyusun laporan

PENANGGUNGJAWAB PERALATAN / PERLENGKAPAN

* Menyiapkan dan melengkapi peralatan DU
* Pengadaan bahan untuk keperluan DU
* Mengatur penyimpanan logistik bahan kebutuhan dan perlengkapan DU
* Membuat daftar inventaris peralatan & perlengkapan
* Bertanggungjawab penerimaan dan pengeluaran logistik

PENANGGUNGJAWAB MEMASAK

* Mengelola bahan masakan hingga siap didistribusikan
* Memelihara ketepatan waktu makanDengan bantuan tenaga lokal menentukan menu makanan setiap hari sesuai selera yang membutuhkan ( para korban )

PETUGAS PENDISTRIBUSIAN

* Melaksanakan pembagian makan sesuai jumlah dengan cara yang baik dan tertib

PERALATAN & PERLENGKAPAN DU
Penyelenggaraan dapur umum dapat melayani korban ratusan atau ribuan orang dalam waktu yang tepat serta memenuhi gizi standar. Untuk melayani s/d 500 orang diperlukan 1 ( satu ) unit peralatan DU yang terdiri dari :

PERALATAN POKOK

* Langseng ukuran 25 kg...................2 bh
* Drum air ukuran 50 liter................2 bh
* Panci ukuran besar .........................2 bh
* Wajan ukuran besar ........................2 bh
* Serok .................................................1 bh
* Susuk Wajan .....................................2 bh
* Sendok Nasi ......................................2 bh
* Sendok Sayur ....................................2 bh
* Tempat nasi ......................................2 bh
* Ceret/Teko besar ..............................3 bh
* Baskom besar ....................................3 bh
* Baskom kecil .....................................3 bh

PERALATAN PENUNJANG

* Ember plastik pakai tutup............... 2 bh
* Ember plastik biasa .......................... 3 bh
* Gayung air dari plastik ..................... 2 bh
* Cobek batu ......................................... 2 bh
* Pisau dapu .......................................... 3 bh
* Golok ................................................... 1 bh
* Talenan .............................................. 2 bh
* Ayakan ............................................... 2 bh
* Drum air sedang .............................. 1 bh
* Meja ................................................... 2 bh
* Tikar .................................................. 5 bh
* Tampah ............................................. 1 bh
* Tempat sampah ............................... 2 bh
* Pembungkus nasi dan air minum secukupnya

LOKASI
Lokasi untuk Du diupayakan :

* Letak dapur umum supaya dekat dengan posko dan mudah dicapai/dikunjungi korban
* Higienis lingkungan cukup memadai
* Aman dari bencana
* Dekat dengan transportasi umum
* Dekat dengan sumber air
* Bangunan darurat kuat seperti Rumah atau Tenda regu / tenda peleton

CONTOH DAFTAR MENU

Hari 1
Pagi : Nasi, Tempe goreng, Urap
Siang : Nasi, Ungkep daging/tahu, Sayur lodeh, Pepaya
Malam : Nasi , Rempeyek, Tumis kangkung, Pisang
Hari 2
Pagi : Nasi, Dadar telor, Sambel tomat
Siang : Nasi, Rendang, Tumis sawi, Pisang
Malam : Nasi , Sambel Goreng, Tempe/Teri, Jeruk